• Kamis, 23 Agustus 2012

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA PIKIR Makalh Fisika


    BAB II
    TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA PIKIR

        Tinjauan Pustaka
        Hakikat Belajar Mengajar Fisika
    Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya. Belajar pada hakikatnnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.
    Beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh ahli psikologi (Sahabuddin, 1999) sebagai berikut :
        Gredler menyatakan bahwa belajar adalah proses seseorang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap.
        Gagne menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam sikap atau kecenderungan manusia yang bukan hanya semata berasal dari proses pertumbuhan.
        Hilgard dan Bower menyatakan, bahwa belajar adalah proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya perilaku melalui reaksi terhadap situasi yang dihadapi, asalkan karakteristik perubahan itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan kecenderungan respon alamiah, kematangan atau keadaan yang sewaktu-waktu ( misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).
    Dari kelima definisi diatas, dapat diterangkan bahwa belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Perubahan tingkah laku menurut Witherington meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi. Sedangkan pengalaman dalam proses belajar menurut Benyamin Bloom tidak lain ialah interaksi antara individu dengan lingkungannya. (Sudjana, 1989)
    Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. Nana sudjana (Djamarah dan Syifuddin, 2002).
    Rumusan mengajar di atas, disamping berpusat pada siswa yang belajar (student centered), juga melihat hakikat mengajar sebagai proses, yakni proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar siswa. Dengan perkataan lain, hasil proses mengajar adalah proses belajar, dan proses belajar menghasilkan perubahan tingkah laku. Dalam konsep mengajar, peranan guru bukan sebagai pengajar, melainkan sebagai pembimbing belajar, atau pemimpin belajar, atau fasilitator belajar. Inti proses mengajar adalah menumbuhkan kegiatan siswa belajar. Hakikat mengajar dalam rumusan ini sejalan dengan konsep belajar, yakni kedua-duanya dipandang sebagai suatu proses yang ditandai dengan tumbuhnya kegiatan siswa belajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu (siswa), sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam suatu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung.
        Metode Eksperimen
    Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah, 2002)
        Metode pengajaran fisika yang cenderung mengaktifkan peserta didik, yang dikemukakan wayan memes (2000) adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya itu. (Djamarah dan syifuddin, 2002)
    Metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut (Djamarah dan Syifuddin, 2002):
        Kelebihan metode eksperimen
        Metode eksperimen mengandung beberapa kelebihan antara lain:
        Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya,
        Dalam membina siswa untuk membuat terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
        Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia
        Kekurangan metode eksperimen
    Metode eksperimen mengandung beberapa kekurangan, antara lain:
        Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi;
        Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal;
        Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan
        Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian.
        Metode Demonstrasi
    Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya (Syaiful, 2008). Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan” (Syah, 2000).
    Sementara menurut Djamarah, (2000) bahwa “metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran”. Menurut Syaiful (2008) metode demonstrasi ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan.
    Tujuan Metode Demonstrasi
    Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajarn kelas. Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelebihan dan kelekurangan.
    Manfaat Metode Demonstrasi
    Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah :
        Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
        Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
        Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.
    Menurut Djamarah (2008:211) kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi adalah sebagai berikut :
    Kelebihan Metode Demonstrasi
        Perhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingg hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Di samping itu, perhatian siswa pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainya.
        Dapat membimbing siswa ke arahberpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.
        Ekonmis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek.
        Dapat mengurangi kesalahan-kesalahn bila dibandingkan dengan hanya membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaan yang jelas dari hasil pengamatannya.
        Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banysk
        Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasi.
    Kekurangan Metode Demonstrasi
        Derajat visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan kadang-kadang terjadiperubahan yang tidak terkontrol.
        Untuk mengadakan demonstrasi digunakan ala-alat yang khusus, kadang-kadang alat itu susah didapat. Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati secara seksama.
        Dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian. Dalam hal ini banyak diabaikan leh peserta didik.
        Tidak semua hal dapatdidemonstrasikan di kelas.
        Memerlukan banyak waku sedangkan hasilnya kadang-kadang sangat minimum.
        Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata atau sebenarnya.
        Agar demonstrasi mendapaptkan hasil yang baik diperlukan ketekitian dan kesabaran.
    Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secra mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung.
    Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proes mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara engan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.
        Sikap Ilmiah
        Sikap siswa terhadap mata pelajaran fisika harus lebih positif setelah siswa mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
        Istilah sikap dalam bahasa inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Triandis mendefenisikan sikap sebagai : “ An attitude idea charged with emotion which predis poses a class of actions to aparcitular class of social situation  “.
        Sikap yang selalu berkenaan dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan yang mendukung dan tidak mendukung secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung untuk berperilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan suatu masalah atau obyek.
        Seperti yang telah dijelaskan di atas, perubahan sikap ilmiah merupakan salah satu hasil belajar yang harus dimiliki oleh siswa. Istilah sikap (attitude) telah didefenisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Azwan (1995) mengklasifikasikan defenisi-defenisi sikap kedalam tiga kerangka pikir. Pertama adalah mangemukakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, yang mana sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun tidak mendukung atau tidak memihak ( unfavorable).
        Kedua mengemukakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.
        Ketiga adalah kelompok yang mengemukakan bahwa bahwa sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Meskipun banyak batasan tentang sikap yang sedikit banyak mengandung perbedaan, namun dari keseluruhan konsep tentang sikap itu dapat diidentifikasi ciri-ciri sikap yang bersifat umum. Sedangkan menurut Bany and Johnson (dalam Yousda dan Arifin, 1993) menghimpun cirri-ciri sikap itu sebagai berikut :
        Sikap itu merupakan suatu yang dipelajari dan bukan semata-mata bagian dari system fisiologi yang diturunkan.
        Sikap itu mempunyai sesuatu yang di rujuk yang berupa objek, orang, gagasan, peristiwa, dan sebagainya.
        Sikap itu merupakan hasil belajar dalam hubungan social, dalam arti bahwa sikap itu diperoleh dan berkembang dalam interaksi dengan orang lain.
        Sikap itu merupakan kesiapan atau kecendrunganbertindak dalam kaitannya dengan suatu objek.
        Sikap itu bersifat afektif yang tampak pada pilihan seseorang yang dapat bersifat positif, negatif atau pilihan di antara keduanya.
        Sikap itu berbeda-beda itensitasnya. Intensitas sikap terhadap suatu objek mungkin cukup atau tidak cukup kuat pengaruhnya terhadap perbuatan nyata.
        Sikap mempunyai dimensi waktu. Suatu sikap berpadanan dengan situasi yang mutakhir, akan tetapi tidak lagi sesuai pada waktu yang berbeda, dan mungkin terjadi berbagai perubahan selaras dengan perubahan waktu.
        Sikap mempunyai faktor kurun waktu (durasi). Sikap tersebut dapat menetap atau suatu kurun waktu yang cukup lama dalam kehidupan seseorang.
        Sikap itu kompleks. Sikap merupakan bagian dari kaitan-kaitan presepsidan kognisi seseorang.
        Sikap itu merupakan penilaian seseorang terhadap sesuatu.
        Sikap itu merupakan suatu kesimpulan dari perilaku seseorang. Perilaku seseorang yang tampak itu mungkin merupakan indicator yang sempurna untuk bahan kesimpulan, tetapi mungkin pula tidak sempurna.
    Ciri-ciri sikap di atas mengisaratkan bahwa seseorang terhadap suatu objek dapat di ukur  arah intensitasnya dengan jalan memperhatikan perilaku individu tersebut. Perilaku yang dimaksud yaitu perilaku yang mencerminkan penilaian kognitif, afektif dan kecendrungan bertindak individu terhadap objek tersebut.
    Sikap (attiude) yang dikembangkan dalam sains adalah sikap ilmiah (scientific attitude). Menurut Harlen (1992) scientific attitude mengandung dua makna, yaitu attitude to science dan attitude of science. Attitude yang pertama adalah mengacuh pada sikap terhadap sains, sedangkan attitude yang kedua mengacu pada sikap yang melekat setelah mengikuti atau mempelajari sains. Sikap yang dimaksud meliputi sikap ingin tahu, kerjasama, objektif, keterbukaan, disiplin dan tanggung jawab. Sejalan dengan hal tersebut, Good (dalam Wiryoadmojo,1986) mengemukakan bahwa sikap ilmiah merupakan perasaan yang diwarnai sains, metode ilmiah dan secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kegiatan keilmuan. Selanjutnya, dikatakan pula bahwa sikap ilmiah berkaitan dengan kualitas mental seperti kesungguhan dalam kegiatan keilmuan, berusaha mencari dan menjunjung tinggi kebenaran, dan menghargai kebebasan berkomunikasi mengenai hak yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
        Sikap Ingin Tahu
    Menurut Harlen (1992), Sikap ingin tahu menempati tempat pertama dari pengembangan sikap ilmiah. Sikap ingin tahu menuntun siswa pada pengalaman baru dan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam mempelajari sains yang berorientasi pada eksplorasi lingkungan sekitar.
    Ada empat aspek yang diteliti sebagai indikator dari sikap ingin tahu, yaitu membaca prosedur praktikum, Memperhatikan penjelasan guru, mengajukan pertanyaan, dan menggunakan buku paket atau sumber lain selain prosedur praktikum.
        Sikap Disiplin
    Sikap lainnya yang menjadi bagian dari sikap ilmiah adalah sikap disiplin. Menurut Harlen (1992) kegiatan praktikum dapat mengembangkan sikap kedisiplinan diri. Ada empat aspek yang diteliti sebagai indikator kedisiplinan, yaitu kehadiran tepat waktu, melakukan percobaan sesuai prosedur, bekerja dengan serius dan tidak main-main selama praktikum dan menyelesaikan praktikum tepat waktu.
        Sikap Tanggung Jawab
    Sikap lainnya yang dapat dikembangkan di metode praktikum ataupu demonstrasi adalah sikap tanggung jawab. Ada empat aspek yang diteliti sebagai indikator dalam sikap tanggung jawab, yaitu menjaga kebersihan tempat kerja, menjaga kebersihan alat-alat, menjaga keutuhan alat-alat praktikum dan mengerjakan LKPD.
        Sikap Jujur
    Meskipun data yang didapatkan akhirnya mendapatan nilai yang cukup bagus,, namun jika semua itu tidak dilandasi kejujuran mulai dari pengambilan data maka itu tidak dapat dikategorikan secara ilmiah. Ada dua aspek yang diteliti sebagai indikator sikap jujur, yaitu melaporkan apa yang sebenarnya terjadi dan membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang ada.
        Sikap Teliti
    Sikap teliti merupakan salah satu sikap ilmiah yang sangat penting untuk dimiliki dalam mempelajari sains, karena keakuratan data ditentukan oleh sikap teliti yang dimiliki oleh setiap siswa. Ada dua aspek yang diteliti sebagai indikator dari sikap teliti ini, yaitu bagaimana menggunakan alat dengan benar dan cara pengambilan data.
    Dari beberapa pengertian tentang sikap ilmiah, Harlen (1992) menarik kesimpulan tentang sikap ilmiah, yaitu sebagai berikut :
        Sikap terhadap ide-ide dan informasi dalam Fisika yang berhubungan lansung atau tidak lansung dengan tindakan untuk membuktikannya.
        Sikap yang berkaitan dengan perilaku dan berpikir ilmuan.
        Sikap yang diterapkan dan dikembangkan dengan metode ilmiah.

    Heiss, et al. (dalam Kawet, 1989) menegaskan mengenai karakteristik sikap ilmiah, diantaranya adalah :
        Mengembangkan keingintahuan tentang linnkungannya.
        Percaya bahwa setiap akibat ada sebabnya
        Mempunyai pandangan terbuka.
        Berpikir kritis
        Bebas dari penyimpangan, prasangka dan takhayul.
        Tidak mau menerima kenyataan yang tidak didukung oleh bukti yang meyakinkan.
        Kemauan merubah keyakinan bila pandangan baru ditemukan
        Menghargai pendapat orang lain.
        Mempertahankan kejujuran, kesabaran, kegigihan, objektivitas, dn ketelitian.
    Karhami (2001) mengemukakan beberapa contoh sikap ilmiah yang lazim dikembangkan di sekolah meliputi sikap jujur, terbuka, luwes, tekun, logis, kritis dan kreatif. Namun beberapa sikap ilmih yang lebih khas dan belum optimal dikembangkan meliputi sikap ingin tahu (curiocity), sikap objektif (objective), sikap luwes terhadap gagasan baru (flexibility), sikap merenung secara kritis (critical reflection), dan sikap peka atau peduli terhadap mahluk hidup dan linkungan ( sensitivity to living things and environment).

        Metode Praktikum Sebagai Pembelajaran Untuk Mengembangkan Sikap  Ilmiah

    Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan hakekat fisika adalah adalah pembelajaran dengan metode praktikum. Praktikum diartikan sebagai suatu metode mendidik untuk belajar mempraktekkan segala aktivitas dalam proses belajar mengajar untuk menguasai keahlian. Dengan pengguanaan metode praktikum diharapkan dapat melatih keterampilan proses peserta didik dan membelajarkaan peserta didik untuk dapat lebih memahami hakikat fisika, karena mempelajari fisika terasa kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum di laboratorium merupakan komponen penting dalam proses belajar mengajar fisika. Kegiatan praktikum berpotensi untuk mengembangkan keterampilan proses dalam menggunakan alat dan bahan, kemampuan mengobservasi sera menafsirkan data. Selain itu juga kegiatan praktikum dapat menjadi wahana untuk meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa dalam mempelajari materi praktikum.
    Dalam pembelajaran fisika kegiatan praktikum merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan kegiatan laboratorium mencapai tujuan pendidikan IPA (Arifin, 2003). Penggunaan praktikum dalam pembelajaran Fisika didorong oleh sifat fisika yang memiliki keabstrakan tinggi dan sulit dipahami (Harlen,1992).
    Menurut Amien (1987), kegiatan praktikum merupakan salah satu metode pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah terhadap gejala-gejala baik gejala social, psikis maupun fisik yang diteliti, diselidiki dan dipelajari. Sejalan dengan hal tersebut, fisika dirasakan kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan kegiatan praktikum di laboratorium.
    Fungsi dari metode praktikum merupakan penunjang kegiatan proses belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang dikembangkan. Dengan kegiatan laboratorium, siswa dapat mempelajari sains melalui pengamatan langsung terhadap gejala maupun proses sains, dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah, dan dapat menemukan atau memecahkan masalah baru melalui metode ilmiah.
    Dwiyanti (1999) mengemukakan bahwa praktikum memiliki beberapa fungsi, antara lain:
        Memperjelas konsep yang disajikan dalam kelas melalui kontak langsung dengan alat, bahan atau peristiwa alam.
        Meningkatkan keterampilan intelektual peserta didik melalui observasi atau melalui informasi (teori) secara lengkap dan selektif yang mengandung pemecahan masalah praktikum.
        Melatih siswa dalam memecahkan masalah.
        Menerapkan pengetahuan dan keterampilan terhadap situasi yang dihadapi
        Melatih dan merancang eksperimen.
        Menafsirkan data.
        Membina sikap ilmiah.
    Kegiatan praktikum merupakan kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dalam pembelajaran fisika, sehingga disebut sebagai experimental science. Hal itu sejalan dengan pendapat Sagala,(2005) yang menjelaskan bahwa proses belajar mengajar dengan praktikum ini berarti siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. Metode praktikum mempunyai kelebihan yaitu :
        Dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan yang dilakukan sendiri daripada menerima penjelasan dari guru atau buku.
        Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi tentang sains dan tekologi.
        Dapat menumbuuhkan sikap-sikap ilmiah seperti bekerjasama, jujur, terbuka, kritis dan bertoleransi.
        Siswa belajar dengan mengalami sendiri suatu proses atau kejadian.
        Memperkaya pengalaman siswa dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis.
        Mengembangkan sikap berpikir ilmiah.
        Hasil belajar akan bertahan lama dan akan terjadi proses internalisasi.
    Selain mempunyai kelebihan, metode praktikum juga mempunyai kekurangan yaitu :
        Memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah.
        Setiap praktikum tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena terdapat faktor-faktor tertentu yang berbeda di luar jangkauan kemampuan.
        Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua hal dapat dijadikan materi eksperimen.
        Sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan dan bahan mutakhir.
     
    Adapun tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan praktikum menurut Hadson (1996), yaitu :
        Memotivasi siwa dengan membangkitkan minat dan kesenangan.
        Mengajarkan keterampilan laboratorium
        Membantu anak memperoleh dan mengembangkan konsep
        Mengembangkan pemahaman metode ilmiah dan mengembangkan keahlian.
        Menampilkan sikap ilmiah
        Mendorong untuk menembangkan keterampilan social.
    Sagala (2005), menyatakan bahwa kelebihan metode praktikum adalah dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata-kata dari guru atau buku saja, mengembangkan sikap ilmiah untuk mengadakan studi tentang sains dan teknologi. Metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, yaitu siswa belajar dengan mengalami dan mengamati sendiri proses ataupun kejadian, memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif atau realistis, mengembangkan sikap berpikir ilmiah dan hasil belajar akan bertahan lama dan internalisasi.
    Arifin (2003), mengemukakan beberapa keuntungan penggunaan metode praktikum, diantaranya dapat :
        Memberikn gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa.
        Siswa dapat mengamati proses,
        Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri,
        Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah,
        Membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien

        Kerangka Pikir
    Bertolak dari latar belakang dan kajian pustaka, maka berikut ini akan dikemukakan kerangka pikir yang menjadi dasar pengajuan hipotesis penelitian dalam proses belajar mengajar, salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah adanya peningkatan kemampuan afektif peserta didik. Peningkatan kemampuan ini ini sangat ditentukan oleh adanya interaksi antara kompenen pengajar yaitu guru, peserta didik materi pelajaran dan metode pembelajaran. Untuk tingkat SMA/ MA peningkatan kemampuan dalam ranah kognitif menjadi hal utama dalam penilaian. Sedangkan penilaian dalam ranah afektif belum diterapkan scara maksimal.
    Pengggunaan metode eksperimen adalah salah satu metode yang memungkinkan bagi peserta didik untuk menumbuhkan sikap ilmiah terhadap pelajaran Fisika, dimana pada metode eksperimen peserta didik dituntun untuk melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu hal yang dipelajari dengan mengikuti serangkaian proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek atau keadaan.
    Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode ini diharapkan peserta didik dapat lebih semangat sehingga berpengaruh pada pembentukan sikap ilmiah.









    Gambar 2.1 Kerangka Pikir

        Hipotesis Penelitian
    Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan sikap ilmiah peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Bone-Bone pada mata pelajaran fisika setelah diajar dengan menggunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi.







    Artikel Terkait:

    0 komentar:

    Posting Komentar

    >