• Selasa, 08 Januari 2013

    Lanjutan Tantangan Terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC)


    Hal ini menunjukan bahwa kesenjangan ekonomi antar negara ASEAN, menyebabkan negara-negara tersebut berusaha untuk tetap bertahan dalam sistem internasional yang anarki sehingga menimbulkan munculnya cheater.

    Selain itu, Tatanan sistem yang anarki dan multipolaritas di ASEAN, membuat negara-negara tersebut mengalami security-dilemma antar sesama Negara ASEAN. Menurut Waltz, dalam sistem multipolaritas, negara menggunakan aliansi untuk menjaga keamanannya, tetapi hal ini tidak stabil karena terdapat banyaknya kekuatan yang bisa saja dapat muncul menjadi kekuatan besar. Stabilitas kawasan ASEAN masih dipengaruhi faktor eksternal. Ketidakpercayaan sesama negara membuat mereka meminta security guarantee terhadap negara besar. Sebagai contoh kedekatan Vietnam dengan Cina dan pengaruh AS yang begitu besar di Filipina. Karena sistem internasional yang anarki, tak jarang terdapat negara yang masih bergantung (interdependensi) dengan negara besar di luar kawasan ASEAN karena mengalami seccurity dillema. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, AEC secara tidak langsung akan diintervensi oleh negara-negara di luar ASEAN yang mempunyai andil dan kepentingan di negara-negara ASEAN.

    Menurut Kenneth Waltz, negara-negara akan saling mencari keuntungan (profit seeking) untuk memajukan perekonomian negaranya sendiri, negara cenderung menggunakan sistem pasar merkantilis sebagai alat. Pendekartan Neo-Realisme menyebutkan bahwa negara lebih mementingkan diri sendiri agar national interest negara mereka terpenuhi (self help). Negara tersebut akan terus mencari keuntungan bagaimanapun caranya. Hubungan perdagangan intra-ASEAN yang masih rendah, merupakan tantangan yang harus diselesaikan. Karena barang yang diperdagangkan diantara negara-negara ASEAN relatif adalah barang-barang yang sama, yaitu berasal dari sektor pertanian dan kehutanan (seperti padi, kopi dan kayu). Hal ini menyebabkan negara-negara ASEAN berusaha mencari keuntungan dengan cara mengadakan perdagangan dengan negara di luar ASEAN yang memiliki komoditi yang berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya, contohnya adalah Indonesia yang mengadakan perdagangan gandum dengan Rusia. Selain itu, beberapa negara ASEAN juga menerapkan kebijakan outward-looking economies.

    Adanya krisis finansial di Asia Tenggara pada tahun 1998, menyebabkan negara-negara di dalam kawasan Asia Tenggara lebih menyukai untuk melakukan perdagangan dengan negara di luar kawasan, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa yang barang perdagangannya adalah produksi manufaktur. Dari data Sekretariat ASEAN pada tahun 2004, lebih dari 70% ekspor Negara ASEAN dilakukan dengan negara di luar kawasan. Untuk itu, membangun ekonomi regional ASEAN diperlukan perencanaan matang untuk mempermudah mobilitas sumber daya, barang, dan jasa, agar tidak terjadi perebutan pasar. Kelemahan ASEAN untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI) yang lebih besar mendorong negara ASEAN mencari jalan sendiri-sendiri untuk tetap bertahan hidup (survival) dalam krisis finansial ASEAN tahun 1998.

    Meski demikian, Neo-Realisme memiliki kelemahan dalam menganalisa pelaksaan AEC nantinya. Neo-Realisme tidak dapat menjelaskan bahwa akan ada norma yang akan membentuk perilaku negara-negara ASEAN ketika AEC dapat terealisasikan nantinya. Hal ini semakin diperkuat karena adanya ratifikasi Deklarasi Cebu dan menyepakati AEC Blue Print, yang menunjukan bahwa negara-negara di ASEAN akan berkomitmen untuk melakukan kerjasama sesuai dengan ketetapan yang telah diatur dalam Blue Print tersebut. Apabila negara-negara di kawasan Asia Tenggara menyepakati dan bertindak sesuai dengan aturan yang tercantum dalam AEC Blue print, maka apa yang selama ini diharapakan untuk membentuk empat pilar, yakni pasar tunggal ASEAN, pengembangan perekonomian di ASEAN, pemerataan Ekonomi dan peningkatan daya saing global, dapat terlaksana.

    Jadi, apabila dilihat melaui pendekatan Neo-Realisme, pembentukan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN tidak lepas dari berbagai hambatan. Kesenjangan ekonomi antar negara ASEAN menjadi hambatan awal dalam pembentukan AEC, karena di beberapa Negara, infrastruktur ekonominya tidak cukup kuat dalam sebuah integrasi ekonomi yang lebih besar. Dan hal tersebut menyebabkan munculnya cheater karena mengalami security dillema sehingga menyebabkna beberapa negara masih tergantung kepada negara besar. Selain itu, Banyaknya negara ASEAN yang lebih suka menjalin kerjasama ekonomi dengan negara maju membuat perdagangan intra-ASEAN menjadi rendah menjadi tantangan lain dalam pembentukan AEC nantinya. Apabila negara-negara ASEAN bertindak sesuai dengan norma yang telah ditetapkan dalam AEC Blue print, maka potensi timbulnya hambatan-hambatan tersebut dapat dicegah sehingga tujuan pembentukan AEC dapat dicapai.




    Artikel Terkait:

    0 komentar:

    Posting Komentar

    >