• Rabu, 16 Januari 2013

    LANJUTAN DONGENG Danau Situ Bagendit

    Tak ayal lagi, sekujur tubuh perempuan tua dan bayinya menjadi basah kuyup. Sang bayi pun menangis dengan sejadi-jadinya. Dengan hati pilu, perempuan tua itu berusaha mendiamkan dan menyeka tubuh bayinya yang basah kuyup. Melihat perempuan tua belum juga pergi, janda kaya yang tidak berpesan itu semakin marah. Dengan wajah garang, ia segera mengusir perempuan tua itu keluar dari pekarangan rumahnya. Setelah perempuan tua itu pergi, Bagende Endit kembali masuk ke dalam rumahnya.

    Keesokan harinya, beberapa warga datang ke rumah Bagende Endit meminta air sumur untuk keperluan memasak dan mandi. Kebetulan di desa itu hanya janda kaya itulah satu-satunya yang memiliki sumur dan airnya pun sangat melimpah. Sementara warga di sekitarnya harus mengambil air di sungai yang jaraknya cukup jauh dari desa.

    “Bagende Endit, tolonglah kami! Biarkanlah kami mengambil air di sumur Bagende untuk kami pakai memasak. Kami sudah kelaparan,” iba seorang warga dari luar pagar rumah Bagende Endit.

    “Hai, kalian semua! Aku tidak mengizinkan kalian mengambil air di sumurku! Jika kalian mau mengambil air, pergilah ke sungai sana!” usir Bagende Endit.

    Para warga tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya, mereka pun terpaksa pergi ke sungai untuk mengambil air. Tak berapa lama setelah warga tersebut berlalu, tiba-tiba seorang kakek tua renta berdiri sambil memegang tongkatnya di depan rumah Bagenda Endit. Kakek itu juga bermaksud untuk meminta air tapi hanya untuk diminum.

    “Ampun Bagende Endit! Berilah hamba seteguk air minum. Hamba sangat haus,” iba Kakek itu.

    Bagende Endit yang sejak tadi sudah merasa kesal menjadi semakin kesal melihat kedatangan kakek tua itu. Tanpa sepata kata pun, ia keluar dari rumahnya lalu menghampiri dan merampas tongkat sang kakek. Dengan tongkat itu, ia kemudian memukuli kakek itu hingga babak belur dan jatuh tersungkur ke tanah. Melihat kakek itu tidak sudah tidak berdaya lagi, Bagende Endit membuang tongkat itu di samping kakek itu lalu bergegas masuk ke dalam rumahnya.

    Sungguh malang nasib kakek tua itu. Bukannya air minum yang diperoleh dari janda itu melainkan penganiayaan. Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, kakek itu berusaha meraih tongkatnya untuk bisa bangkit kembali. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, kakek itu menancapkan tongkatnya di halaman rumah Bagende Endit. Begitu ia mencabut tongkat itu, tiba-tiba air menyembur keluar dari bekas tancapan tongkat itu. Bersamaan dengan itu, kakek itu pun menghilang entah ke mana.

    Semakin lama semburan air itu semakin besar dan deras. Para warga pun berlarian meninggalkan desa itu untuk menyelamatkan diri. Sementara itu, Bagende Endit masih berada di dalam rumahnya hendak menyelamatkan semua harta bendanya. Tanpa disadarinya, ternyata air telah menggenangi seluruh desa. Ia pun berusaha untuk menyelamatkan diri sambil berteriak meminta tolong.

    “Tolooong.... Toloong... Tolong aku! Aku tidak bisa berenang!” teriak Bagende Endit meminta tolong sambil menggendong sebuah peti emas dan permatanya.

    Bagende Endit terus berteriak hingga suaranya menjadi parau. Namun tak seorang pun yang datang menolongnya karena seluruh warga telah pergi meninggalkan desa. Janda kaya yang pelit itu tidak bisa lagi menyelamatkan diri dan tenggelam bersama seluruh harta kekayaannya. Semakin lama, desa itu terus tergenang air hingga akhirnya lenyap dan menjadilah sebuah danau yang luas dan dalam. Oleh masyarakat setempat, danau itu diberi nama Situ Bagendit. Kata situ berarti danau yang luas, sedangkan kata bagendit diambil dari nama Bagende Endit.







    Lihat Kelanjutanya di Sini>>>>

    atau 

    Download


    Artikel Terkait:

    0 komentar:

    Posting Komentar

    >