• Senin, 13 Mei 2013

    TUAN RUMAH KTT X GNB

    B.    TUAN RUMAH KTT X GNB
    http://adf.ly/hv5T3

        Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT GNB yaitu KTT X yang berlangsung pada tanggal 1 – 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.
        Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB berhasil memainkan peran penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada gerakan ini. Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.
    Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam laporannya yang berjudul “The Challenge to the South” (1987), menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama Utara-Selatan ibarat pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negara-negara berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.
    Kendati lebih mengedepankan kepentingan ekonomi, tetapi politik dan keamanan Negara-negara sekitar tetap menjadi perhatian. Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis Moro di Filipina dan sengketa di Laut Cina Selatan.
    Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori  antara lain oleh Indonesia.
    KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang disepakati bersama. Dalam “Pesan Jakarta” tersebut terkandung visi GNB yaitu :
        Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi GNB setelah berakhirnya Preang Dingin dan ketetapanhati untuk meningkatkan kerjasama yang konstruktif serta sebagai komponen integral dalam “arus utama” (mainstream) hubungan internasional;
        Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi cirri menonjol perjuangan GNB sebelumnya.
        Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-negara anggota melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
        Setelah KTT Jakarta, GNB dapat dikatakan telah memperoleh kembali kekuatan dan keteguhannya serta kejelasan akan tujuan-tujuannya yang murni.
        Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan upaya-upaya penting dalam meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan, menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan dan berupaya untuk penghapusan hutang Negara-negara berkembang serta memperjuangkan revitalisasi dan restrukturisasi PBB. Demikian pula, Indonesia telah berhasil membawa GNB kearah pendekatan baru berupa kemitraan, dialog dan kerjasama dengan meninggalkan sikap konfrontasi serta retorika. Dengan pendekatan baru itu, GNB mampu berkiprah secara konstruktif dalam percaturan dunia, terutama dalam interaksinya dengan Negara-negara maju dan organisasi/lembaga internasional. 
        Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia  juga secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar negeri negara-negara miskin baik pada kesempatan dialog dengan Ketua G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri GNB mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang luar negeri.
        Dari upaya-upaya tersebut telah dicapai beberapa kemajuan yaitu antara lain telah disepakatinya upaya untuk melakukan pengurangan substansial terhadap hutang bilateral.
    Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor Countries); Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced Structural Adjustment Facility)  dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia serta komitmen negara-negara Paris Club bagi penyelesaian hutang bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari 67% menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka memerangi kemiskinan.
        Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua, GNB telah berhasil mengubah sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan standard ganda terhadap lembaga Bretton Woods. Disatu pihak secara bilateral negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui, bahwa pengambilan keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan yang baik dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan argumentasi dan mempertimbangkan usulan-usulan GNB.
        Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua maupun Troika GNB (kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua yang akan datang), namun tidak berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai permasalahan penting GNB akan berhenti atau mengendur.  Sebagai anggota GNB, Indonesia akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang akan datang dengan mengoptimalkan pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan Troika GNB.




    atau 

    Artikel Terkait:

    0 komentar:

    Posting Komentar

    >