Di kalangan orang-orang Dayak yang menuturkan bahasa Banana’-Ahe, Badamea-Jare dengan semua variannya, pengertian Kanayatn atau Kendayan adalah sebagai berikut.
1. Kanayatn berarti berasal dari keturunan Jubata. Ini merupakan bahasa asal yang berasal dari Jubata maka lagunya terdiri dari jonggan, kondan, dan sejenisnya (informan: Pak Lolon).
2. Bahasa Banana disebut bahasa Kanayatn karena berasal dari Jubata, sehingga semua perkataan atau bahasa untuk berdoa kepada Jubata (nyangahatn) menggunakan bahasa Banana’-Ahe dengan semua variannya (informan: dari daerah Banyadu’-Balacatn).
3. Kanayatn atau nganayatn artinya ‘membawa persembahan kepada Jubata karena semua pekerjaan telah selesai’. Dalam ritual tersebut terdapat sesajen untuk dipersembahkan kepada Jubata (Tuhan) dalam upacara adat dengan nyangahatn (informan: Pak Herkulanus Uten, wilayah Balangin).
4. Kanayatn artinya ‘membawa persembahan ke Subayatn untuk Jubata yang bersemayam di sana’ (informan tak diketahui).
Jika kita melihat kedua versi pengertian Kanayatn di atas maka tampak bahwa dari orang-orang Bakati pengertian Kanayatn dihubungkan dengan fakta-fakta alam, seperti nama tempat, tumbuhan, dan sungai. Sedangkan pada orangorang Banana’-Ahe, pengertian Kanayatn mengarah pada isu budaya, yaitu sistem religi dan tradisi lisan. Namun, semua doa-doa dalam bahasa upacara adat bagi penutur bahasa Banana’-Ahe dan Badamea-Jare, selalu dibamangan ke Bukit Bawakng. Padahal, di sekitar kaki Bukit Bawakng hanya ada orang-orang Dayak yang menuturkan bahasa Bakati’ bukan Banana’. Hal ini cukup menarik untuk dianalisis, mengingat perbedaan konsep tentang Kanayatn di kalangan kedua kelompok masyarakat Dayak yang menuturkan bahasa yang berbeda ini.
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam tradisi lisan pada suku Dayak Bakati’ dan Banana’ menunjukkan kesamaan walaupun latar ceritanya berbeda. Pada masyarakat Dayak yang bermukim di wilayah Menyuke dan Sengah Temila, telah populer tiga istilah untuk membedakan bahasa Dayak di empat Kabupaten ini, yaitu bahasa Ngabukit, Ngalampa’, dan Nganayatn. Bahasa Ngabukit ditujukan pada bahasa Banana’-Ahe dengan semua variannya. Bahasa Ngalampa’ ditujukan pada bahasa Baampape, Bakamene, Balangin, dengan semua variannya, yang tidak mirip betul dengan bahasa Banana’ namun masih menampakan saling kesepahaman yang tinggi. Sedangkan Bahasa Nganayatn ditujukkan pada bahasa Bakati’, Banyadu, dan Bakambai dengan segala variannya. Jika dianalisis nampak sekali bahwa pengertian Kanayatn ini memang tidak bisa diklaim sebagai milik orang Bakati’, Banyadu, atau Bakambai saja.
Akan tetapi, istilah ini juga milik orang-orang yang menuturkan bahasa Banana’-Ahe, Badamea-Jare, Banane’, Baampape dengan segala variannya. Maka dapat disimpulkan bahwa, Kanayatn adalah istilah untuk menyebut subsuku Dayak di Kabupaten Pontianak, Landak, Bengkayang, dan Sambas, yang menuturkan bahasa Banana’-Ahe, Badame-Jare, Baampape dengan segala variannya juga bahasa Bakati’, banyadu’, dan Bakambai dengan segala variannya.
Siapa yang tidak kenal suku dayak, penduduk asli pulau kalimantan ini di kenal dunia sebagai suku yang tidak takut mati. Mereka sanagat mempercayai kekuatan alam dan adat istiadat mereka. Kayau atau Ngayau adalah suatu tradisi mereka yang sangat kejam dan mengerikan. Dimana dalam tradisi ini mereka akan mempertahankan wilayah kekuasaan mereka walau harus membunuh dan memenggal kepala musuhnya.
Setelah itu, kepala yang di penggal akan di bawa ke kampung mereka. Namun, tidak semua orang dari mereka mampu melakukan hal itu. Beberapa orang yang memiliki keberanian tinggi yang dalam melakukan Kayau. Itulah sebabnya orang yang melakukan kayau akan di populerkan di kalangan wanita dayak pedalaman. Mereka mengganggap orang yang melakukan kayau punya keberanian tinggi dan akan mempertaruhkan nyawa untuk melindungninya.
Selain itu, mereka mempercayai jika kepala musuhnya di penggal, roh si musuh tidak akan gentayangan dan mengganggu mereka untuk membalas dendam. Acara adat pun harus dilakukan untuk menenangkan roh si musuh tersebut dengan memberikan sesaji dalam upacara adat yang bernama tiwah. Namun, tidak semua musuh boleh di penggal kepalanya, anak-anak dan kaum wanita tidak boleh di penggal. Biasanya mereka hanya di perbudak.
Karena itulah, tidak heran pada tahun 2002 terjadi tragedi sampit, dimana kepala warga madura banyak yang di penggal dan bertebaran di mana mana.
0 komentar:
Posting Komentar